Bloggreeting

Bloggreeting!
Bloggreeting!

^o^

It sounds like birds around a tree.

Welcome to this blog!
Keep writing, keep believing! :)

PS: If you're suddenly feel dizzy or bored, it means I'm awesome. If you aren't, I'm more than it.

I'm real

My photo
Yogyakarta, Indonesia
One of chubbies. One of dwarfs.

Words I wanna die for

Why do you think life is happier than death? - Hashimoto, Silk

December 23, 2010

Jaring-jaring Ayah 2

        "Aku nggak mau sarapan," ujarku saat ditawari Mbak Dian.
"Ndak boleh, Ren,"
        "Aku badmood, nggak mau," Aku meneguk air putih di sebuah botol.
Aku berjalan ke depan cermin pada sebuah kotak obat,
        "Sialan," umpatku sambil meraba memar di pipiku.
"Ndak bakal jadi jelek, kok," kata Mbak Dian. Dia selalu menggodaku seperti ini setelah seorang produser iklan sabun muka menawariku menjadi modelnya.
        "Nggak peduli," Aku mengintip halaman dari jendela, masih ada beberapa orang yang membereskan tenda pesta kemarin.
         Aku melihat Pak Narto masuk ke dalam mobil di garasi, padahal ini baru jam enam, lebih awal dari biasanya. Dengan sikap tidak peduli, Aku langsung mengikutinya, membuka pintu mobil, lalu melempar tas ke dalamnya, dan duduk di jok belakang.
         "Kok pagi banget, Pak?" Tanyaku.
Pak Narto menengok dan... Itu bukan Pak Narto!
         "Hari ini Ayah yang nganter kamu," kata Ayah menenangkanku.
"...Ayah nggak kerja?" Aku mulai merengut.
         "Sudah, diam saja," Ayah mulai menginjak gas mobil.
Rasa kesalku mulai muncul lagi, Aku tidak akan pindah ke jok depan, tidak akan duduk di sebelah lelaki jelek itu, sehingga Aku membiarkannya jadi supir selama 30 menit perjalanan ke sekolah.
        
di dekat sekolah...

         "Berhenti di sini," Aku mengambil tasku.
Ayah tidak berhenti menyupir mobil, sampai lewat jauh dari tempat biasanya Pak Narto mengantar dan menjemputku. Kalau begini bakal terlihat menyolok sekali, mobil sedan di antara sepeda onthel.
         "Biasanya Pak Narto..."
"Kita berhenti di sana," Ayah menunjuk gerbang sekolah.
         "Kayaknya bukan ide bagus..."
Ayah benar-benar memberhentikan mobil di samping gerbang. Beberapa anak memerhatikanku.
         "Segera keluar," Ayah memakai kacamata hitamnya, entah dalam rangka apa.
Aku dengan ogah melangkah keluar, sedikit menundukkan kepalaku. Seseorang yang paling tidak kuingingkan ternyata muncul terang-terangan di hadapanku. Deni.
         "Ternyata beneran orang kaya!" Dia menunjukku.
"Pantes wajahnya cakep begitu," tambah seseorang.
         "Hey, bodoh! Kapan-kapan traktir, ya!"
Aku hanya lewat sambil menabrak Deni sedikit, agar ada jalan terbuka untukku. Lea yang baru datang menatapku dari kejauhan, berani sekali dia, pikirku.
 
di kelas...
  
         "Ren, kamu nggak dipukul sama Deni, kan?" Tanya Sigit cemas.
Aku menggeleng, sudah dua kali aku dipermalukan Ayah di depan umum.
         "Aku pingin kabur aja, Git," Aku menenggelamkan mukaku ke dalam telapak tanganku.
         "Sabar, Ayahmu pasti...."
Brakk! Suara meja terpukul memecah perhatianku.
         "Jadi kamu berani lapor guru, hah!?" Bentak Deni.
"Kita kan udah nyontek dia, paling nggak hargain dong!" Bela Hafie.
        "Aku ngomong sama Lea, bukan kamu!"
Lalu mereka berdua bertengkar, Lea hanya menjauh.Beginilah keseharianku di sekolah bobrok, isinya cuma bentak-bentak, pukul sana pukul sini, atau jajan. Seandainya Ibu tahu Aku berada di sini, pasti dia akan menentang Ayah habis-habisan.

pulang sekolah...

       "Dia tau Aku nyontek, aneh kan?" Aku bercerita pada Sigit.
"Ayahmu kan punya banyak temen, mungkin ada anaknya temen Ayahmu yang sekolah di sini,"
       "Bukan kamu yang ngasih tau, kan?" Tanyaku curiga.
"Liat Ayahmu aja udah takut," gurau Sigit.
       "Bagusnya sih kayak gitu, hahaha,"
Aku melihat mobilku sudah di tempat biasa. Bagus, artinya yang menyupir kali ini Pak Narto. Aku sempat tersandung batu kecil sebelum akhirnya dengan cepat menutup pintu mobil. Aku merasa seseorang duduk di sebelahku. Dia menggunakan seragam biru putih, kacamata, dan tas sekolah. Aku memastikannya, seorang gadis duduk membelakangiku. Rambutnya yang acak-acakan itu, Aku tahu persis. Aku memiringkan kepalaku sedikit, dan dengan sedikit ragu bertanya,
       "Lea?"

-------------------------------to be continued---------------------------------------

No comments:

Post a Comment

Walkie Talkie